HNM INDONESIA

Berita Dalam Genggaman

Isla, Menyeduh Harapan di Antara Gelas Kopi dan Mimpi yang Tertunda

 

Kamis 17 Juli 2025, 15:23 WITAn

Oleh: Putri Novasarin

BELOPA, – HnmIndonesia.com, – Di tengah riuh jalan Pahlawan, Belopa, suara gelas beradu dan aroma kopi menyeruak dari sebuah warkop sederhana bernama Topoka. Di antara lalu-lalang pelanggan yang datang melepas penat, ada satu wajah yang selalu menyambut dengan senyum hangat. Wajah itu milik Isla’, gadis muda dari Desa Senga Selatan.n

Isla’ baru saja lulus dari bangku SMA. Ia memiliki impian besar,  ingin melanjutkan kuliah, ingin menjadi kebanggaan ibunya, ingin keluar dari jerat kemiskinan. Tapi kenyataan hidup memaksanya berhenti sejenak dari mimpi itu. Atau bahkan mungkin waktu yang cukup lama.n

“Untuk beli beras saja susah, apalagi lanjut kuliah,” katanya lirih, menunduk menahan perih yang tak bisa ia ceritakan dengan gamblang.n

Ketika Hidup Memaksa Dewasan

Empat tahun lalu, ayah Isla’ meninggal dunia. Sejak itu, beban hidup menumpuk di pundak keluarga. Isla’ adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Sang ibu kini hanya bisa tinggal di rumah, menjaga adik-adiknya, tanpa pekerjaan tetap. Di rumah sederhana mereka di Senga Selatan, makan tiga kali sehari saja sudah dianggap sebuah kemewahan.n

Melihat ibunya harus menahan lapar agar adik-adiknya bisa makan duluan, hati Isla’ tak kuat. Ia sadar, kuliah bukan prioritas,  setidaknya bukan sekarang. Ada perut yang harus diisi, ada rumah yang harus tetap berdiri, dan ada masa depan keluarga yang harus ia pikirkan, meski mengorbankan mimpinya sendiri.n

“Kalau saya kuliah, siapa yang bantu ibu? Siapa yang beli beras hari ini?” ucapnya pelan.n

Secangkir Kopi, Secercah Harapann

Hingga suatu hari, seorang teman mengajaknya bekerja di sebuah warung kopi kecil. Warkop Topoka, salah satu tempat tongkrongan di jalur dua Belopa. Awalnya Isla’ ragu, minder karena tak punya pengalaman. Tapi sang pemilik warkop justru menyambutnya dengan tangan terbuka.n

Meskipun warung itu sebenarnya tak sedang butuh pegawai tambahan, sang pemilik melihat sesuatu yang lain dari diri Isla’ tekad, ketulusan, dan semangat yang sulit dicari.n

Sejak itu, setiap pagi hingga sore, Isla’ bekerja menyajikan kopi. Ia hafal jenis pesanan pelanggan, tahu kapan harus tersenyum dan kapan harus menenangkan suasana. Tapi di sela-sela waktu kerja, hatinya kerap kosong  memikirkan bangku kuliah yang kini hanya bisa ia lihat dari kejauhan.n

“Kadang saya melamun. Bayangkan pakai jas almamater, duduk di kelas, dengar dosen bicara. Tapi ya… mungkin belum waktunya,” ujarnya pelan, matanya menerawang.n

Bekerja Demi Cinta, Bukan Karena Menyerahn

Meski harus menunda mimpi, Isla’ tak menyerah. Ia memilih berdamai dengan kenyataan, berjalan perlahan namun pasti. Baginya, bekerja di warkop bukanlah kegagalan melainkan bentuk cinta yang paling tulus pada keluarganya.n

“Tidak apa-apa saya kerja dulu. Asal ibu dan adik-adik bisa makan. Mungkin nanti, kalau ada rezeki… saya bisa kuliah. Mungkin,” katanya sambil tersenyum kecil.

n

Isla’ tahu hidup tak selalu adil. Tapi ia juga tahu, keteguhan dan keikhlasan bisa menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih baik. Ia menyeduh harapan di antara cangkir-cangkir kopi, menabur semangat dalam setiap senyuman yang ia bagi kepada orang lain  sembari menyimpan satu mimpi besar untuk dirinya sendiri.n

Dan mungkin… suatu hari nanti, mimpi itu akan kembali ia genggam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini