Senin 27 Februari 2023/ 15:24 WITA
Oleh: Tim HNM, Marwan Simalla
Editor: Adi Barapi/ AS Anugrah
Luwu - Sengketa lahan yang melibatkan kelompok warga di Desa Ranteballa, Kecamatan Latimojong diadukan ke DPRD Luwu.
DPRD Luwu kemudian memanggil Kepala Desa Ranteballa, Etik dan menggundang Kepala Kantor BPN Luwu, Gunawan, Kepala Bapenda, Andi Palanggi, perwakilan PT Masmindo Dwi Area serta warga yang bersengketa.
Pada kesempatan tersebut, Gunawan, menjelaskan status tanah yang diakui negara hanya ada dua jenis. Diantaranya tanah adat dan tanah negara.
Sementara tanah di Luwu tidak ada yang berstatus tanah adat, yang ada kata dia, hanya masyarakat adat.
"Bahwa yang dimaksud tanah adat adalah tanah yang pernah diterbitkan SPPTnya sebelum tahun 1960, kadang kita sulit membedakan yang mana tanah adat dan masyarakat adat, sementara di Luwu yang ada hanya masyarakat adat," kata Gunawan, Kepala Kantor BPN Luwu, Senin (27/2/2023).
Sebelumnya Plpuluhan warga Desa Ranteballa, Kecamatan Latimojong, Sulawesi Selatan, mendatangi kantor DPRD Luwu, Senin (27/2/2023). Mereka mempersoalkan hak pengelolaan lahan yang akan dilakukan pembayaran ganti rugi dari PT Masmindo.
"Ada nama warga yang tiba-tiba diganti, padahal nama yang diganti itu, sebelumnya sudah divalidasi dan diumumkan sebelum rencana pembayaran ganti rugi dilakukan," kata Andi Saddawero, Maddika Ponrang, saat menghadiri hearing dengan Kepala Desa Ranteballa, di ruang musyawarah DPRD Kabupaten Luwu, Senin (27/2/2023).
Warga lainnya yang hadir dalam hearing tersebut, terus mempertanyakan alasan pengantian nama-nama warga yang harusnya berhak atas ganti rugi lahan dari PT Masmindo. Mereka heran, karena daftar nama penerima ganti rugi lahan berganti pada bulan Desember 2022.
"Nama-nama yang diganti itu sudah dirapatkan, sudah disetujui dan sudah ditinjau lapangan oleh tim pembebasan lahan beberapa tahun lalu, kenapa sejak ibu Etik menjabat sebagai Kades, nama itu hilang dan berganti orang baru," kata warga.
Harusnya jika alasan pergantian nama itu karena tidak memiliki dokumen sah, idealnya nama penggantinya juga harus menunjukan dokumen kepemilikan yang sah.
"Kalau yang berhak adalah yang mengelolanya sejak lama, harusnya pihak lain yang dari luar juga jangan dimasukan. Kami juga sudah mengelola lahan tersebut sejak lama," ujarnya.
Warga yang namanya diganti, mengaku pergantian itu dilakukan secara sepihak oleh kepala desa Ranteballa dan kuat dugaan terjadi manipulasi data. Itu didukung dengan status hukum Kepala Desa Ranteballa, Etik, yang saat ini sudah ditingkatkan ke penyidikan di Polres Luwu.
Etik dilaporkan di unit Tipikor Polres Luwu, terkait pungutan liar penerbitan Surat Penerbitan Obyek Pajak atau SPOP. Etik diperiksa polisi karena meminta bayaran pada warga yang mengurus SPOP.
Tidak tanggung-tanggung, jumlah uang yang terkumpul dari pungutan liar itu mencapai ratusan juta rupiah dan sudah disita kepolisian.
"Statusnya sudah penyidikan. Kami belum menetapkan tersangka karena masih ada keterangan tambahan yang harus kami penuhi," kata AKP Muh Saleh, Kasat Reskrim Polres Luwu, beberapa saat lalu.
Saleh menjelaskan, sejumlah saksi sudah diperiksa termasuk warga yang menyetor uang pada kepala desa.
Adapun Etik, Kepala Desa Ranteballa, membantah semua tudingan yang dialamatkan padanya. Meski demikian, Etik mengaku akan menghadapi proses hukum yang saat ini tengah berjalan di Polres. Sementara terkait nama warga yang diganti, Etik mengaku berani melakukan itu, karena ada petunjuk dari Polda Sulawesi Selatan.
"Ini sudah kami konsultasikan ke Polda dan oleh Polda diinstruksikan untuk menggantinya dengan yang lebih berhak. Silakan saja melapor dan kami juga akan membuat laporan balik terkait pencemaran nama baik," kata Etik, Kepala Desa Ranteballa, selepas menghadiri hearing di DPRD Luwu, Senin (27/2/2023).