Deretan Keanehan Penyelidikan Kasus Rudapaksa Mahasiswi di Palopo Versi Aktifis

 


Sabtu 11 Desember 2021/ 15: 16 WITA


Oleh: Marwan Simalla, Nurfauzan

Palopo, Sulsel - Penyelidikan dugaan pemerkosaan seorang mahasiswi di Palopo masih terus dilakukan Satreskrim Polres Palopo, Sulawesi Selatan. Penyidik belum menemukan bukti kuat untuk menjerat FH sebagai tersangka.

Kasus ini menyita perhatian publik. Sejumlah mahasiswa melakukan unjukrasa di Polres Palopo, mendesak polisi menangkap FH. Di depan Mapolres Palopo, mahasiswa berorasi sambil mengusung keranda mayat. Mereka juga memainkan tarian mabadong. Tarian ini biasanya dipersembahkan pada acara kedukaan. Tarian ini juga sebagai simbol kematian yang dimenggambarkan matinya keadilan di Polres Palopo.

Yertin Ratu, aktifis perempuan yang mendampingi korban menguraikan deretan keanehan dalam penyelidikan kasus ini. Pertama kata dia, saat melapor korban tidak langsung diarahkan untuk melakukan visum. Permintaan visum baru dilakukan sehari setelah korban melapor, kedua setelah melapor, korban tidak menerima surat tanda terima laporan. Keanehan lainnya kata Yertin, selama kasus ini diselidiki, korban tidak pernah mendapatkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan atau SP2HP.

"SP2HP baru diberikan ke korban setelah didampingi pengacara. SP2HPnya diterima setelah gelar perkara dan langsung dua SP2HP. Kemudian kepada penyidik, FH sudah mengaku melakukan persetubuhan. Menurut kami, pengakuan ini memudahkan polisi untuk mengunggapnya," kata Yertin Ratu.

SP2HP kata Yertin sifatnya wajib diberikan kepada korban. Sementara polisi di Palopo, mengabaikan itu.

Adapun Kasat Reskrim Polres Palopo, AKP Andi Aris memastikan penyelidikan kasus ini sudah berjalan sesuai SOP atau Standar Operasional Prosedur. Sehingga jika dikatakan penyelidikannya inprosedural, adalah sangkaan yang keliru.

"Benar FH sudah mengakui bersetubuh dengan korban atau pelapor. Awalnya memang dia membantah. Tapi jika disangkakan pemerkosaan, tidak ada petunjuk yang mengarah ke sana. Hasil visum et revertum dari dokter, juga tidak ada luka. Kemudian jika dikatakan penganiayaan pun tidak ada bukti fisik. Sementara untuk kasus pemerkosaan, kunci utamanya ada pada hasil visum," kata AKP Andi Aris.

Sementara terkait SP2HP yang tidak diberikan kepada korban, Arif menyebut informasi itu keliru. Menurutnya SP2HP itu bisa diserahkan kepada pengacara pelapor atau pihak lain yang mendapat kuasa dari pengacara.

"Karena yang punya legalitas berkomunikasi dengan penyidik adalah pengacara yang mendapat mandat. Dan yang kami tegaskan sekali lagi, penyelidikan kasus ini tidak ada prosedur yang kami langgar," ujarnya.

Aris menambahkan pihaknya tentu saja tidak akan serampangan menetapkan seseorang menjadi tersangka tanpa alat bukti yang cukup. Dia berprinsip, lebih baik melepaskan 1.000 penjahat daripada memenjarakan satu orang yang tidak bersalah.
Previous Post Next Post