Jumat, 26 November 2021 | 22.15 WITA
Oleh: Tim HNM, Arzad
Palopo, Sulsel - Kontroversi disahkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi, menuai pro dan kontra dari sejumlah aktivis mahasiswa di Kota Palopo.
Pro kontra itu salah satunya dari Muhammad Salehuddin yang merupakan Ketua KAMMI Daerah Luwu Raya. Dirinya mengatakan bahwa dalam Permendikbud Ristek itu dianggap melegalkan seks bebas, yang mana terdapat pasal yang dipandang ambigu yaitu Pasal 5 ayat 2. Frasa tanpa persetujuan dalam peraturan tersebut masih menjadi tanda tanya.
"Ada frasa ambigu di dalam Permendikbud yaitu Seksual Consen, jika ada persetujuan korban maka frasa ini kemudian hadir dalam diksi kata RUU itu, maka jika sama-sama saling setuju, berarti mereka boleh melakukan kebebasan seks," kata Salehuddin.
Sementara Nurul Annisa, yang merupakan salah satu aktivis perempuan Kota Palopo, berbeda tanggapan dengan Salehuddin. Ia justru mendukung diterbitkannya RUU demikian.
Dalam materi dialog yang diigelar di Senat Coffee Palopo, Nurul Annisa mengatakan bahwa siapapun tidak ada yang berkeinginan menerapkan seks bebas.
"Menurut saya, pasal ini menjamin kemerdekaan kaum perempuan dalam memerangi kekerasan seksual, dan bukan berarti melegalkan perzinahan karena kita sama-sama tahu bahwa tidak terdapat aturan yang melegalkan hal demikian dan kita sepakat seks bebas itu tidak legal," ungkapnya, Jumat (26/11/2021).
Disebutkan Annisa, bahwa didalam Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tersebut sama sekali tidak ada kata "jika korban setuju maka itu berarti seks bebas atau zinah".
"Tentu ini menjadi landasan berpikir kita untuk melihat bahwa sama sekali tidak adanya pelegalan zinah dalam aturan ini. Andai kata sama-sama setuju maka ada aturan diluar dari permendikbud yg mengatur hal demikian. Jangan sampai kita juga mengabaikan HAK masing-masing personal, terlepas dari pemikiran agama," jelasnya.
Olehnya itu, Nisa berharap agar peraturan ini dikawal hingga diberlakukannya di wilayah perguruan tinggi utamanya Kota Palopo.
"Permen ini harus kita kawal sampai betul-betul diterapkan didalam kampus. Karna ketika tidak ada payung hukum seperti ini, maka predator seks dalam kampus akan tertawa bahagia dan korban akan semakin merasa tidak aman," tegas Nisa.