OPINI: Fenomena Pernikahan Dini, Antara Berkah & Musibah?

 



Penulis : Fathur Ijong, SH. 


HNM Indonesia.com -- Melirik dan menganalisa pernikahan menjadi salah satu hobi bagi manusia untuk memindahkan hasrat dan nafsunya menjadikan jembatan kehalalan, disamping mengungkapkan rasa kesyukuran, kenyamanan serta meneruskan dan  mewujudkan cita-cita yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. 


Ada banyak hal yang menjadi alasan kuat mengapa pernikahan dianjurkan untuk setiap manusia, salah satunya adalah untuk menyatukan jenis kelamin yang berbeda sehingga akan mampu terjalin ikatan lahir dan batin antara satu sama lain. 


Tentu alasan yang menojol yakni untuk menghindari proses perzinahan yang dilakukan oleh segelintir umat manusia.

Dalam dekade ini, nikah menjadi salah satu kegemaran ataupun favorit  oleh setiap para kaum, tua, dewasa maupun dini, entahlah ini menjadi ajang perlombaan yang sedemikian rupa dibungkus dengan begitu rapih yang menegaskan bahwa hak dan kewajiban mereka seakan-akan sudah terpenuhi... ? 


Tentu kita harus mengkaji baik dan buruknya suatu perbuatan, dan ini tidak terlepas dari kebiasaan masyarakat nusantara  pada umumnya yang selalu mengukur serta mengambil kesimpulan dari nenek moyang kita sehingga menjadi turun temurun yang juga biasa disebut dengan Budaya. 


Menikah pada usia tua itu adalah hal yang sudah biasa, dewasa menunjukan keharusan seseorang untuk menunaikan ibadah (Nikah) yang dimaksud di atas, akan tetapi menarik untuk dibahas dalam konteks pernikahan dini yang tidak banyak hal orang menyikapi secara pro dan kontra untuk kondisi yang sekarang yang melihat dari  kacamata Hukum Islamnya, Ekonominya maupun Budaya serta Medisnya. 


Mari kita kupas satu persatu. Islam memandang pernikahan dini adalah sesuatu hal yang maslahah karena memiliki tujuan syara dan meraih tujuan yang bermanfaat, artinya bahwa ketika suatu perbuatan yang akan membuahkan suatu kemanfaatan, Islam memandang sah-sah saja atau diperbolehkan. 


Dengan landasan bahwa, disegerakannya menikah dengan usia yang masih sangat dini akan menjauhkan diri dari perbuatan yang tercelah ataupun perbuatan yang dilarang dan bertentangan dengan agama yakni dalam ini zina, itulah kenapa Islam menganjurkan seseorang menikah pada usia dini. Sebaliknya hal ini berbenturan dengan pandangan hukum Islam yang menjelaskan bahwa dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2019 pasal 7 ayat 1 


“perkawinan di izinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun”, artinya bahwa pernikahan yang di bawah umur tidak diperbolehkan dan ini di anggap ilegal atau tidak di akui oleh negara. Kurang lebih seperti itu. 


Sementara budaya memandang pernikahan dini dengan seperti halnya mempercepat perluasan keturunan dan membangun suatu ikatan kekerabatan ataupun kekeluargaan antar sesama suku, ras dan Agama, dan selayak pernikahan dini dituntut seseorang untuk bisa mandiri, sehingga mampu mengetahui tantangan kehidupan yang sebenarnya, tanpa adanya campur tangan dari kedua orang tua belah pihak. 


Ini hanyalah gambaran kecil alasan menurut pandangan budaya. Hanya saja segelintir orang yang mendasari nikah dini akan menemui hambatan yang dimana ekonomi salah satu penghambat yang mampu merusak tatanan keluarga yang telah dibangun dengan sedemikian rupa, kenapa....? karena pola pemikiran dan karakter yang belum terbentuk (Dewasa), membuat pasangan tersebut belum mampu memposisikan dirinya untuk memenuhi hak dan kewajiban sebagai layaknya suami istri, dan tidak banyak akan berakhir dengan perpisahan atau perceraian. 


Kurang lebih seperti itu.

Lain pula cara aspek medis menafsirkan pernikahan dini, yang dimana medis lebih  memandang dampak sebab atau akibat si istri dari pernikahan dini itu sendiri. 


Secara ilmu kesehatan pernikahan dini akan mengakibatkan keMudharat (keburukan), yang mampu membuat keguguran pada saat hamil dalam usia dini sehingga mampu membuat psikologi terganggu, tidak banyak berahir dan berujung kematian, belum lagi terjadi perebutan gizi antara si ibu dan si bayi dalam kandungan karena si ibu dalam tahap proses perkembangan sehingga membutuhkan gizi yang cukup banyak, dampak lain terjadinya kontraksi atau kesulitan pada saat melahirkan karena bibir vagina yang masih mengecil sehingga mampu menghambat persalinan.


Ini sedikit gambaran dalam pandangan Hukum Islam, Budaya, Ekonomi dan medis atau kedokteran. Silakan anda menyimpulkan persepsi sendiri tentang penulisan di atas.

Previous Post Next Post