Laporan Arzad, Palopo
HNM Indoesia.com, Umat Islam di seluruh dunia bergembira menyambut datangnya bulan yang penuh berkah. Bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan Ramadan tidak terasa akan menghampiri.
Berbagai tradisi digelar untuk menyambutnya, tidak terkecuali di Indonesia. Di belahan bumi nusantara ini memiliki adat masing-masing yang menarik. Di salah satu kabupaten/kota di Sulawesi Selatan misalnya.
Tradisi yang menjadi kebudayaan yang turun temurun masyarakat yang ada di Suku Bugis Makassar, yaitu tradisi ma’baca baca, ma’baca baca adalah sebuah ritual yang dianggap sakral bagi sebagian masyarakat Bugis, masyarakat Bugis melaksanakan ma’baca baca ini ketika ada khitanan, pengantin, naik rumah bahkan memasuki bulan suci ramadhan dan menjelang hari raya. Tradisi kebudayaan ma’baca baca ini dilakukan oleh seorang yang dianggap sesepuh, orang yang dituakan, orang yang dianggap paham agama, dan baik hubungannya dengan masyarakat.
Dalam ritual Mabbaca baca ini, pihak yang didoakan biasanya menyiapkan sajian makanan yang memiliki filosofi luas, dengan menggunakan nampang/baki di depan orang sesepuh itu dengan berbagai macam lauk pauk dan tak lupa beras ketan yang orang bugis katakan adalah sokko dan tidak lupa menyiapkan tungku kecil yang berisikan bara api dan kemenyan atau orang bugis menyebutnya dupa.
Dari Hasil wawancara yang dilakukan oleh HNM Indonesia pada Senin Pagi, kepada Ummul Haira salah Satu Tokoh Pemudi Islam di Kota Palopo mengemukakan pendapatnya terkait tradisi Ma'baca-baca itu sendiri dalam menyambut bulan suci Ramadhan. (12/04/2021)
"Jadikan mabbaca baca itu merupakan kolaborasi adat masyarakat bugis dan agama yang sampai sekarang masih dilestarikan, mabbaca baca itu adalah ritual masyarakat adat yang dilaksanakan dikegiatan kegiatan seperti pernikahan , akikah, sunatan dan juga seperti sekarang ini memasuki bulan suci Ramadhan," Ucapnya
Selain itu proses mabbaca baca biasanya dipandu oleh tokoh atau orang yang dituakan di kampung seperti imam masjid , setelah yang tuakan usai memanjatkan doa makanan siap di santap oleh keluarga dengan tidak lupa mengajak tetangga untuk makan bersama.
Namun hal ini juga dinilai sebagian Masyarakat adalah tradisi Musrik, Ummul Hairah pun kembali menerangkan terkait beberapa pandangan masyarakat yang mengkategorikan hal tersebut sebagai tindakan Musrik.
"Biasanya orang menilai bahwa tradisi dari mabbaca baca itu adalah musryik , namun perlu dipahami bahwa tradisi mabbaca baca orang bugis tidak lain dilaksanakan untuk mengirimkan doa kepada keluarga yang lebih dulu tiada dan juga sebagai bentuk kesyukuran terhada Allah atas segala nikmat yang diberikan serta tidak mengandung unsur menyekutukan Allah Swt atau bertentangan dengan syariat Islam karena dalam pelaksanaannya pun di dasari dengan niat mengharap Ridho dan Ampunan Allah Azza Wajallah, hanya masalah konsep saja yang berbeda, dan itu tidak bisa dijadikan patokan secara terang-terangan bahwa tindakan itu adalah Musyrik." Tambahnya
Begitulah adat istiadat masyarakat Bugis Sulawesi Selatan khususnya Suku Bugis yang akan tetap dilestarikan dengan alasan tidak bertentangan dengan syari’at Islam, maka sebagai umat Islam sangat perlu untuk lebih dalam mengkaji hal demikian agar tidak menimbulkan kesalah pahaman.(*)